Ratusan
ribu majelis pengajaran Al-Quran tersebar di seluruh penjuru nusantara.
Sebagian besar di antaranya terlembagakan dalam pesantren-pesantren
Al-Quran yang saling berkaitan dalam jejaring guru-murid.
Membaca
Al-Quran tentu saja amalan yang sangat utama, apalagi di bulan Ramadhan
yang merupakan bulan diturunkannya Al-Quran. Selain menjadi menambah
perbendaharaan pahala kita, membaca Al-Quran juga menjadi hiburan
batiniah tersendiri yang sangat mengasyikkan. Bacaan ayat-ayat suci yang
mengalir lancar dari bibir seakan mengantarkan perbincangan kita dengan
sang khaliq.
Namun
sayangnya, seiring perkembangan zaman, ketika pengajian Al-Quran di kota
besar tak lagi sesemarak dulu, lancar dan fasih membaca Al-Quran bukan
lagi keterampilan yang mudah ditemukan pada generasi muda Islam. Bahkan
maraknya pertumbuhan Taman Pendidikan Al-Quran dan berbagai metode
pengajaran kilat Al-Quran tak mampu mengimbangi derasnya gelombang
modernisasi dan westernisasi budaya.
Mempelajari
Al-Quran –termasuk cara membacanya-- memang tak semudah membalikkan
telapak tangan. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dibutuhkan
seorang guru khusus yang benar-benar mempunyai kemampuan dan otoritas
(ijazah) pengajaran Al-Quran. Sebab proses pembelajaran Al-Quran
menyaratkan adanya talaqqi (pertemuan guru – murid secara langsung)
dalam prosesnya.
Sebab para ulama ahlul Quran meyakini, satu-satunya orang yang bisa
membaca Al-Quran dengan fasih dan memahami isinya dengan benar adalah
Rasulullah SAW yang mendapat pengajaran langsung dari malaikat Jibril.
Sementara tingkat kebenaran bacaan orang-orang selain Rasulullah paling
bagus hanya mendekati kefasihan beliau saja. Itu pun jumlahnya tidak
banyak. Pengakuan akan ketepatan cara membaca Al-Quran tersebut harus
mendapat pengakuan dari Rasulullah SAW.
Itulah
sebabnya, meski pada zaman Rasulullah banyak sahabat yang hafal
Al-Quran, tetapi hanya beberapa orang saja yang mendapat mandat untuk
mengajarkan Al-Quran. Artinya hanya mereka inilah yang bacaan
Al-Qurannya diakui nyaris sempurna sehingga layak mengajari orang lain.
Demikian
pula pada generasi berikutnya yang belajar langsung kepada Sahabat Nabi.
Meskipun jumlah murid mereka dari kalangan tabiin cukup banyak, namun
hanya sebagian kecil saja yang diberi otoritas (ijazah) untuk
mengajarkan cara membaca Al-Quran. Demikian seterusnya pada generasi
tabiut tabiin dan generasi-generasi sesudahnya hingga zaman modern yang
terus menjaga ketersambungan silsilah sanadnya. Mereka inilah yang biasa
disebut ulama ahlul Quran.
Bagaimana
dengan murid-murid lain yang juga menyelesaikan pelajarannya, namun
tidak sampai mendapat ijazah pengajaran Al-Quran. Tentu saja mereka
tetap boleh menularkan ilmunya, meski tentu nilai keberkahannya tidak
sama dengan yang mendapat ijazah pengajaran Al-Quran. Paling tidak, dari
mereka bisa dipelajari cara membaca Al-Quran dengan benar, karena
mereka juga mendapatkannya dari guru-guru yang memiliki ijazah
pengajaran.
Muara Sanad Al-Quran
Di Indonesia sendiri saat ini berdiri puluhan ribu tempat pengajaran Al-Quran. Namun hanya sebagian saja yang benar-benar memiliki ijazah pengajaran Al-Quran. Sebagian lagi tidak memiliki ijazah, namun pernah belajar kepada ulama yang memiliki otoritas pengajaran Al-Quran. Ada juga yang dengan niat baik, membuka pengajaran Al-Quran, meski tidak memiliki ijazah dan tidak juga pernah berguru kepada orang yang mempunyai ijazah.
Di Indonesia sendiri saat ini berdiri puluhan ribu tempat pengajaran Al-Quran. Namun hanya sebagian saja yang benar-benar memiliki ijazah pengajaran Al-Quran. Sebagian lagi tidak memiliki ijazah, namun pernah belajar kepada ulama yang memiliki otoritas pengajaran Al-Quran. Ada juga yang dengan niat baik, membuka pengajaran Al-Quran, meski tidak memiliki ijazah dan tidak juga pernah berguru kepada orang yang mempunyai ijazah.
Tempat-tempat
pengajaran Al-Quran, dan jaringannya, yang memiliki ijazah sanad
Al-Quran biasanya berupa pesantren tahfizhul Quran (penghafalan
Al-Quran). Dan uniknya hampir semua pesantren Al-Quran tersebut saling
memiliki keterkaitan guru murid. Sebab menurut sejarahnya, seluruh
tradisi penghafalan Al-Quran di pesantren-pesantren tradisional di
nusantara ini hanya memang bermuara kepada beberapa nama.
K.H. Drs.
Muntaha Azhari, pembantu rektor III Institut Perguruan Tinggi Ilmu-ilmu
Al-Quran (PTIQ) Jakarta, yang pernah melakukan penelitian dalam bidang
tersebut menyebutkan nama Mbah Kiai Moenauwir Krapyak (Yogyakarta),
Syaikh Dimyathi Tremas (Pacitan – Jawa Timur) dan Syaikh As’ad Makassar
sebagai tiga dari beberapa tokoh pembawa tradisi penghafalan Al-Quran
sekaligus memiliki sanad bersambung hingga Rasulullah. Dari ulama ahlul
Quran tersebutlah kebanyakan sanad pesantren Al-Quran modern bermuara.
Jika anda
berminat belajar atau hendak merekomendasikan tempat belajar membaca dan
menghafal Al-Quran yang memiliki silsilah bersambung hingga Rasululah
SAW (meski tidak semuanya memiliki ijazah pengajaran), berikut ini
ulasan singkat tempat-tempat tersebut.
Membahas
pesantren Al-Quran modern tentu tidak lepas dari nama pesantren Krapyak,
Yogyakarta. Sebab dari pesantren yang didirikan Mbah Moenauwir di awal
abad 20 ini telah lahir banyak sekali pesantren alumni. Mbah Moenawwir
mendalami pengajian Al-Qurannya selama enam belas tahun di di Makkah.
Beberapa gurunya yang mengajarkan tahfizh, tafsir dan qiraat sab’ah di
Makkah antara lain Syaikh Abdullah Sanqoro, Syaikh Sarbini, Syaikh
Mukri, Syaikh Ibrahim Huzaimi, Syaikh Manshur, Syaikh Abdus Syakur dan
Syaikh Musthofa.
Karena
kecemerlangannya dalam mengaji, guru qiraat sab’ahnya, Syaikh Yusuf
Hajar, memberinya ijazah sanad qiraah yang bersambung hingga Rasulullah:
sesuatu yang sangat jarang didapatkan murid-murid Syaikh Yusuf karena
sangat sulit persyaratannya. Dalam silsilah tersebut Kiai Moenauwir
berada pada urutan ketiga puluh lima. Ada juga sanad lain yang
diperolehnya dari Syaikh Abdul Karim bin Umar Al-Badri Ad-Dimyathi, yang
sedikit lebih pendek.
Pesantren
yang kini memiliki nama Al-Munawwir ini berada di bagian selatan pusat
kota Yogyakarta. Saat ini pesantren yang telah membuka berbagai unit
pendidikan formal, mulai tingkat taman kanak-kanak hingga ma’had ali
(pesantren luhur), itu diasuh oleh generasi kedua : K.H. Zainal Abidin
Munawwir, K.H Ahmad Warson (penyusun kamus Al-Munawwir), K.H. Attabik
Ali, K.H. Najib (pengasuh tahfzhul Quran) dan beberapa kiai lain.
Dekat Sunan Kudus
Masih di Yogyakarta, ada juga beberapa pesantren Al-Quran yang merupakan pesantren alumni Krapyak. Yang paling terkenal adalah Pondok Pesantren Sunan Pandan Aran, yang didirkan oleh al-maghfurlah K.H. Mufid Mas’ud. Pesantren yang berada di kilometer 12 jalan raya Kaliurang ini kini diasuh oleh putra-putri Mbah Mufid yang dipimpin oleh K.H. Mu’tashim Mufid.
Masih di Yogyakarta, ada juga beberapa pesantren Al-Quran yang merupakan pesantren alumni Krapyak. Yang paling terkenal adalah Pondok Pesantren Sunan Pandan Aran, yang didirkan oleh al-maghfurlah K.H. Mufid Mas’ud. Pesantren yang berada di kilometer 12 jalan raya Kaliurang ini kini diasuh oleh putra-putri Mbah Mufid yang dipimpin oleh K.H. Mu’tashim Mufid.
Sementara
di Jawa Tengah, jumlah pesantren Al-Quran lebih banyak lagi. Di kota
Solo, misalnya, terdapat Pesantren Al-Muayyad yang diasuh oleh K.H.
Abdul Rozaq Shofawi dan Pesantren Al-Qurani yang diasuh oleh K.H. Abdul
Karim. Kedua pesantren yang sama-sama berlokasi di kampung Mangkuyudan,
Purwosari, Laweyan Solo, itu memiliki sanad yang berbeda. Pesantren
Al-Muayyad memiliki sanad dari Krapyak, Yogyakarta, sedangkan Pesantren
Al-Qurani dari Tremas Pacitan.
Pesantren
Al-Quran besar lain di Jawa Tengah terdapat di kota kretek, Kudus.
Namanya Pesantren Yanbuul Quran yang berdiri di Kajeksan, tak jauh dari
makam Sunan Kudus. Pesantren yang didirkan oleh al-maghfurlah K.H.
Arwani Amin (alumnus Krapyak) itu kini diasuh oleh K.H. Ulil Albab dan
K.H. Ulin Nuha itu juga menjadi salah satu pusat pengajaran Thariqah
Naqsyabandiyyah Khalidiyyah.
Tak jauh
dari Kudus, di Demak juga berdiri beberapa pesantren Al-Quran. Yang
paling terkenal adalah Pesantren Bustanul ‘Usyaqil Quran yang didirikan
oleh K.H. Muhammad bin Syaikh Mahfudz At-Tarmasi di Desa Betengan. Kini
Pesantren Betengan asuh oleh generasi kedua, K.H. Muhammad Harir. Ada
juga Pesantren Nurul Quran, Sayung, yang diasuh oleh K.H. Masroni.
Selain mengasuh pesantren Al-Quran, Kiai Masroni juga dikenal sebagai
badal mursyid dalam Thariqah Syadziliyyah yang diasuh oleh Habib Luthfi
Bin Yahya, Pekalongan.
Sementara
di timur Kudus, tepatnya di daerah Kajen, Pati, berdiri Pesantren
Mathali’ul Huda yang diasuh oleh K.H. Nafi’ Abdillah dan adik-adiknya.
Pesantren peninggalan Mbah Kiai Abdullah Salam itu juga dikenal sebagai
tempat pengajaran Thariqah Naqsyabandiyyah Khalidiyyah.
Selain itu
masih ada lagi Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber di Wonosobo.
Pesantren yang didirikan oleh almarhum K.H. Muntaha dan kini diasuh oleh
K.H. Ahmad Faqih Muntaha itu juga membuka pendidikan umum mulai taman
kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Pesantren Al-Quran lain yang sangat
terkenal adalah Pesantren Benda Bumiayu yang didirikan oleh K.H.
Suhaimi (murid Mbah Munawwir, Krapyak).
Di luar
pesantren, pengajaran Al-Quran juga digelar Masjid Kauman Semarang.
Pengajian itu awalnya diasuh oleh al-maghfur lah Kiai Abdullah Umar,
murid mbah Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Sepeninggal Mbah Abdullah Umar,
pengajian itu diteruskan oleh rekan dan murid-muridnya.
Sementara
di Jawa Barat pengajaran Al-Quran berpusat di beberapa kota. Yang paling
terkenal adalah Cirebon yang mempunyai tiga pesantren Al-Quran besar
dan beberapa pesantren Al-Quran kecil. Yang terbesar adalah Pesantren
Al-Quran Kempek (diasuh oleh K.H. Umar Sholeh), Pesantren Gedongan
diasuh oleh K.H. Amin Siradj (paman K.H. Said Aqil Siradj) dan Pesantren
Tahfzhul Akhlaq di Winong yang diasuh K.H. Rohibulloh.
Beasiswa Penghafal Al-Quran
Selain Cirebon, di Indramayu juga terdapat pesantren Al-Quran yang sedang naik daun, yaitu Pesantren Tarbiyatul Wildan yang diasuh K.H. Mamduh. Pesantren tahfizhul Quran ini terkenal karena membuka program tahfizh untuk anak-anak. Pola pengajaran pesantren ini mengadopsi sistem pendidikan di pesantren induknya, Pesantren Tarbiyatul Wildan Sedayu, Gresik, Jawa Timur.
Selain Cirebon, di Indramayu juga terdapat pesantren Al-Quran yang sedang naik daun, yaitu Pesantren Tarbiyatul Wildan yang diasuh K.H. Mamduh. Pesantren tahfizhul Quran ini terkenal karena membuka program tahfizh untuk anak-anak. Pola pengajaran pesantren ini mengadopsi sistem pendidikan di pesantren induknya, Pesantren Tarbiyatul Wildan Sedayu, Gresik, Jawa Timur.
Selain dua
kota tersebut pengajaran tahfizhul Quran juga terdapat di Manonjaya
(Tasikmalaya), Pesantren Darit Tafsir Pagentongan, Bogor, dan Pesantren
Al-Falah Bandung yang diasuh Ajengan Syahid.
Sedangkan
di Provinsi Banten, pesantren Al-Quran paling terkenal adalah Pesantren
Cidahu, Cadasari, Pandeglang, yang didirikan oleh almarhum Abuya
Dimyathi. Ada juga Pesantren Cikaduen, Banten, yang merupakan
peninggalan K.H. Damanhuri.
Dan yang
paling gress adalah Pesantren Darul Quran Bulaksantri Karangtengah
Tangerang, yang diasuh oleh muballigh kondang Ustadz Yusuf Mansur. Untuk
menguatkan program penghafalan Al-Qurannya, pesantren yang terkenal
dengan program beasiswa pembibitan penghafal Al-Qurannya mendatangkan
pengajar-pengajar Al-Quran dari beberapa pesantren Al-Quran terkenal di
Jawa Tengah, seperti Yanbu’ul Quran Kudus dan Usyaqil Quran Betengen,
Demak.
Tak kalah
dengan provinsi lainnya di pulau Jawa, provinsi Jawa Timur yang dikenal
sebagai gudangnya pesantren besar juga memiliki ratusan pesantren
Al-Quran. Beberapa di antaranya sangat terkenal dan menjadi tujuan
santri Al-Quran dari berbagai daerah untuk mengaji, baik yang baru mulai
menghafal maupun yang hendak tabarukan.
Selain
Pesantren Tremas Pacitan yang sebagaimana Krapyak juga menjadi muara
silsilah sanad Pesantren Al-Quran, pengajian tahfizhul Quran terkenal
tersebar di Gresik, Jombang, Kediri, dan Langitan. Uniknya beberapa
pesantren Al-Quran tersebut merupakan bagian atau unit dari
pesantren-pesantren kitab terkenal seperti Ploso, Lirboyo, Langitan dan
Tebuireng.
Di
Jombang, misalnya, ada pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng diasuh oleh
K.H. Musta'in Syafi'i, Pesantren Nurul Quran Bendungrejo (diasuh K.H.
Jumail Ruslan), dan Pesantren Nurul Jadid Plandi (diasuh K.H. Abdul
Afif). Sementara di Kediri program penghafalan Al-Quran terdapat di
Madrasah Murottilil Quran (MMQ) yang diasuh K.H. Abdullah Kafa bih
Machrus dan Pesantren Darussalam yang diasuh K.H. Maftuh Bashtul Birri.
Keduanya berada dalam lingkungan Pesantren Lirboyo. Ada juga Pesantren
Maunahsari, Bandar Kidul, yang didirikan oleh K.H. Mubasyyir Munzir.
Masih
banyak lagi nama pesantren di Jawa Timur yang tidak akan cukup
diceritakan di sini. Jika anda berminat mendapatkan informasinya, anda
bisa menghubungi kantor cabang terdekat Jam’iyyatul Qurra wal Huffadz
(JHQ) NU, organisasi sayap NU yang menaungi para qari dan qariah serta
penghafal Al-Quran di Indonesia.
(Kang Iftah, pernah dimuat di majalah Alkisah edisi 19, terbit Ramadhan 1429/2008)
(Kang Iftah, pernah dimuat di majalah Alkisah edisi 19, terbit Ramadhan 1429/2008)
Fhaiz