Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Ketahuilah
bahwa dalam tubuh ini terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka baik
pula seluruh tubuh ini. Dan sebaliknya apabila ia rusak maka rusak pula
seluruh tubuh ini.” (HR. Bukhari 1/126 dan 4/290-Al Fath, Muslim 1599 dari Nu’man bin Basyir radliyallahu ‘anhuma)
Hati
bagaikan seorang raja atau panglima perang yang mengawasi prajurit dan
tentaranya. Dari hatilah bersumber segala perintah terhadap anggota
badan.
Seandainya
kita mencermati kenyataan yang ada, akan jelas bagi kita bahwa nyanyian
dan musik itu menghalangi hati dari (memperhatikan dan memahami) Al
Qur’an. Bahkan keduanya mendorong untuk terpesona menatap kefasikan dan
kemaksiatan. Oleh sebab itulah sebagian ulama menyebutkan nyanyian dan
musik-musik ini bagaikan qur’an-nya syaithan atau tabir yang menghalangi
seseorang hamba dari Ar Rahman. Sebagian mereka menyerupakannya dengan
mantera yang menggiring orang melakukan perbuatan liwath (homoseks atau
lesbian) dan zina.
Kalaupun
mereka mendengar Al Qur’an (dibacakan), tidaklah berhenti gerak mereka
dan ayat-ayat itu tidak berpengaruh bagi perasaannya. Sebaliknya apabila
dilantunkan sebuah lagu niscaya akan masuklah nyanyian itu dengan
segera ke dalam pendengarannya, terbesit dari kedua matanya ungkapan
perasaannya, kakinya bergoyang-goyang, menghentak-hentak ke lantai,
tangannya bertepuk gembira, dan tubuhnya meliuk menari-nari, api syahwat
kerinduan dalam dirinya pun memuncak.
Hendaknya ini menjadi perhatian kita. Adakah pernah timbul rasa rindu ketika kita mendengar ayat-ayat Al Qur’an dibacakan? Pernahkah muncul perasaan (haru dan tunduk atau khusyu’) yang dalam saat kita membacanya? Coba bandingkan tatkala kita mendengarkan nyanyian dan alat musik!